Diskusi Publik “Perempuan, Kekerasan, dan Kebebasan (Perempuan di Tengah Budaya Patriarki)”



Suasana Diskusi yang Antusias Diikuti oleh Mahasiswa Pendidikan IPS

            HIMA Pendidikan IPS- Bidang Sosial Politik HIMA DIPSOS UNY mengadakan diskusi publik dengan mengusung tema “PEREMPUAN, KEKERASAN, DAN KEBEBASAN (Perempuan di Tengah Budaya Patriarki)”. Diskusi ini kurang lebih dihadiri oleh 70 peserta dari mahasiswa Pendidikan IPS, ormawa FIS, dan masyarakat umum. Bertempat di ruang Cut Nyak Dien FIS UNY pada 24 April 2019, kegiatan ini berlangsung dengan lancar dan interaktif dengan pemantik Yuyun Sri Wahyuni, M.A, M.A yang merupakan Dosen Pendidikan IPS juga aktif di Pusat Studi Gender UNU DIY dan Nurmawati dari Lembaga Rifka Annisa Woman Crisis Center DIY.
Kepala Bidang Sosial Politik, Agustina Neilla Putri menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan wadah bagi teman-teman mahasiswa untuk berdialektika bersama dan berusaha mencari solusi bersama. Dengan adanya diskusi interaktif, diharapkan mampu memberikan pemahaman dan pandangan tentang peran perempuan sebagai bentuk kebebasan tanpa ada kekerasan didalamnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kekerasan perempuan dan hukum keadilannya diulas bersama-sama di dalam diskusi interaktif ini.
Diskusi tentang budaya patriarki tidak jauh dari pembahasan kesetaraan gender. Dalam diskusi ini ditegaskan bahwa kesetaraan gender bukanlah suatu upaya dimana perempuan akan melawan kondrat dan menandingi kaum laki-laki, tetapi kesetaraan gender dilakukan supaya antara perempuan dan laki-laki tidak lagi terjadi penindasan atas dasar laki-laki sebagai manusia ‘superpower’ dimana hal ini lebih dikenal dengan budaya patriarki. Tidak jarang budaya patriarki ini menimbulkan kekerasan yang merugikan bagi kaum perempuan. Kasus kekerasan perempuan adalah sebuah lingkaran yang terkadang sangat sulit diputus. Banyak perempuan-perempuan yang memilih bungkam dan memaafkan saat menerima kekerasan tersebut tanpa mau menyelesaikan minimal dalam pendampingan hukum. Banyak orang menganggap apabila melaporkan hal-hal tersebut sama saja membuka aib keluarga. Untuk era saat ini kekerasan pada perempuan justru paling besar terjadi pada hubungan pacaran. Dimana seorang laki-laki mengangap memiliki hak sepenuhnya atas perempuan lantas mereka bisa melakukan hal apa saja dari membentak, mencubit, hingga memukul.
Menurut salah satu peserta diskusi, Irfan Setiaji berkata: “Budaya patriarki yang masih membelengu dalam kehidupan masyarakat memang bukan hal yang mudah untuk mencapai keadilan. Tidak ada pembenaran untuk melakukan kekerasan. Jadilah pelopor yang memutus mata rantai kekerasan terhadap permepuan. Kaum perempuan dan kaum laki-laki bukanlah bukan hanya insane yang salin pimpin meminpin tetapi merupakan mitra yang saling bekerjasama untuk membentuk keadilan ditengah budaya patriarki”. (Neilla)

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Selamat Datang di Blog Resmi Pendidikan IPS FIS UNY